Monday, May 20, 2019

FOOD TERMINOLOGI

FOOD TERMINOLOGI


Seblak 


Seblak sendiri dikenal sebagai makanan khas Kota Kembang Bandung. Seblak biasanya terdiri dari kerupuk kenyal yang ditumis bersama dengan bumbu bawang.Dalam perkembangannya, seblak ini disajikan dengan tambahan telur, sosis, irisan sayur, bakso, seafood, dan lainnya. Tak cuma itu, seblak juga divariasikan dalam berbagai tingkatan kepedasan.Seblak dibuat dari bumbu bawang merah, bawang putih, garam, kencur, cabe rawit, kunyit, dan penyedap rasa. Setelah ditumis, kerupuk mentah yang sudah direndam air semalaman atau disiram air panas sampai kenyal kemudian ditambahkan ke dalam tumisan bumbu.Tak dimungkiri, kerupuk rebus (kerupuk yang tak digoreng) adalah bahan utama seblak. Sensasi kenyal kerupuk mentah ini menjadi kenikmatan tersendiri saat menyantapnya.
Mengutip berbagai sumber, ada orang yang berpendapat bahwa kerupuk basah yang direbus ini bukanlah poin utamanya, melainkan bumbu kencur yang gurih. Kerupuk hanyalah topping tambahan saja. Beberapa sumber menyebut bahwa seblak berasal dari Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah. Di Sumpiuh, seblak sudah ada sejak tahun 1940-an. Hanya saja, seblak bukanlah seblak di Sumpiuh. Seblak Sumpiuh bernama krupuk godog. Karena kerupuk udang yang dipakai tidak digoreng melainkan digodog atau direbus, maka krupuk godog juga punya sensasi kenyal seperti seblak. Selain di Sumpiuh, seblak juga sudah ada di Cianjur sejak zaman sebelum kemerdekaan. Seblak Cianjur kala itu tercipta sebagai makanan alternatif bagi masyarakat dengan ekonomi lemah.

Ketupat


Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa muda (janur), atau kadang-kadang dari daun palma yang lain. Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran sampai 5 hari berikutnya ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa.
Makanan khas yang menggunakan ketupat, antara lain kupat tahu (Sunda), katupat kandangan (Banjar), Grabag (kabupaten Magelang), kupat glabet (Kota Tegal), coto makassar (dari Makassar, ketupat dinamakan katupa), lotek, serta gado-gado yang dapat dihidangkan dengan ketupat atau lontong. Ketupat juga dapat dihidangkan untuk menyertai satai, meskipun lontong lebih umum.
Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Di Filipina juga dijumpai bugnoy yang mirip ketupat namun dengan pola anyaman berbeda.  Ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal bersudut 7 (lebih umum) dan jajaran genjang bersudut 6. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang dan lebar, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Sop saudara 

Sejarah Sop Saudara erat hubungannya dengan sesosok laki-laki yang dipanggil Haji Dollahi, yang kala itu, pada tahun 1950-an menjadi pelayan dari Haji Subair, seorang pemilik tempat makan sop daging yang cukup dikenal di masyarakat Makassar saat itu. Haji Subair dan Haji Dollahi merupakan dua orang yang berasal dari Pangkep yang mengadu nasib di Makassar.
Setelah 3 tahun bekerja dengan Haji Subair, Haji Dollahi memberanikan diri untuk membuka usaha warung makan sendiri yang akhirnya mampu menarik lidah para pecinta kuliner baik dari masyarakat Makassar maupun luar Makassar. Warung makan itulah yang menyajikan Sop Saudara, yang kini telah dikenal luas sebagai kuliner khas daerah tersebut.
Haji Dollahi memilih nama Sop Saudara yang bisa dibilang unik ini karena terinspirasi dari nama 'Coto Paraikatte', yang berhubungan dengan kuliner yang sangat terkenal lain dari Makassar yaitu Coto Makassar, yang mana nama tersebut biasanya dijadikan nama warung yang menjual Coto Makassar. 'Paraikatte' sendiri berarti 'Saudara' atau 'Sesama' dalam bahasa Makassar. Haji Dollahi berharap dengan pemberian nama seperti itu, semua orang yang makan di warungnya dapat merasa bersaudara dengan sesama penikmat Sop Saudara, pemilik, serta pelayan di warung makan tersebut.
Demikianlah asal usul Sop Saudara. Wah, ternyata sangat terlihat ya budaya Indonesia yang kekeluargaan. Mungkin, lain kali pembaca dapat berkunjung ke Makassar untuk mencicipi lezatnya Sop Saudara dan juga berwisata di tempat-tempat lain di Makassar yang tentunya sangat bagus!

Kue buroncong
 Konon kue ini sudah dikenal sejak puluhan tahun lalu, malah mungkin ratusan tahun lalu oleh masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Memang belum ada sumber atau data yang tahu betul kapan asal mula pastinya kue tradisional ini ditemukan. 
Kue ini punya beberapa nama lain seperti buroncong, baroncong atau guroncong. Nama-nama tersebut adalah penyebutan orang Bugis untuk kue tersebut. Kue buroncong dulunya dijajakan secara berkeliling menggunakan gerobak dorong atau pikulan. Penjual Kue buroncong akan berkeliling pada pagi hari dan siang hari untuk mencari pembeli. Tapi sekarang sudah banyak penjual yang membuka dagangannya di rumah. Jadi, kita tidak perlu lagi untuk menunggu lama mereka muncul jika kita ingin menikmati Kue buroncong ini.



Cara membuat kue buroncong ini adalah dengan memanggangnya dalam cetakan di atas bara api yang berasal dari kayu bakar. Kue buroncong saat ini agak sedikit sulit untuk ditemukan, tapi ternyata masih banyak orang yang menggemari kue ini. Menikmati kue buroncong bisa menjadi salah satu alternatif untuk bernostalgia tentang masa 
     Coto Makassar

    Coto Makassar sudah ada sejak masa Somba Opu yang merupakan pusat Kerajaan Gowa ketikaa mengalami kejayaan pada 1538. Saat itu Coto Makassar menjadi hidangan di Kerajaan Gowa.
Pada masa itu, para pengawal kerajaan menjadikan masakan ini sebagai menu makan pagi sebelum menjalankan tugasnya. Masakan yang terpengaruh oleh kuliner Tiongkok ini diperkirakan masuk Gowa pada abad ke-16.
Warung Coto Makassar pertama yang ada di Makassar adalah warung coto milik H. Dg. Sangkala. Warung coto yang sekarang tinggal nama tersebut dibangun pada 1940-an. Saking terkenalnya warung ini, para pejabat penting di negeri ini sering mengundangnya dalam berbagai acara-acara penting. Ribuan mangkok bisa dipesan dalam satu kali pemesanan.
Di Makassar sendiri sudah banyak bertebaran warung-warung yang menjual Coto Makassar dan selalu ramai dipadati oleh pembeli. Warung-warung tersebut banyak yang buka dari pagi hingga malam hari.
Menurut narablog Ipul, di Jakarta Anda bisa menuju ke kawasan Pasar Senen dan singgah di warung Coto Senen milik Pak Syamsul Daeng Ngawing. Selain itu, Anda juga bisa datang ke Coto Ampera di Jalan Ampera, Jakarta Selatan atau di kawasan Kelapa Gading.

    

       barongko.

Barongko adalah makanan penutup khas daerah Bugis-Makassar yang dibuat dari buah Pisang Kepok matang yang dikukus dengan daun pisang. Dahulu paada masa pemerintahan kerajaan di Sulawesi Selatan, Barongko merupakan makanan penutup yang mewah, dan hanya disajikan untuk Raja-raja, dan disajikan pada moment-moment tertentu, seperti acara perkawinan, ulang tahun, dan lain. lain. Untuk menambah cita rasa dan selera, bahan dasar Barongko biasanya ditambah dengan irisan buah Nangka atau Kelapa muda.

Bahan – Bahan:
200 gr tepung beras
25 gr tepung kanji
100 ml air mendidih
150 gr gula pasir
1/2 sdt garam
850 ml santan kental hangat
5 bh pisang raja tua matang
Daun pandan, iris 2 cm
Daun pisangKuah:
350 ml santan kental
1/2 sdt garam

Cara Membuat:
1. Campur tepung beras dan tepung kanji, tuang air mendidih sambil di aduk-aduk hingga rata. Masukkan gula pasir dan garam, ratakan.
2. Tuang santan hangat sedikit demi sedikit, aduk rata, jerang di atas api, masak hingga matang dan kental, angkat.
3. Kupas pisang, belah dua memanjang, iris tebal ½ cm, masukkan ke dalam adonan, aduk rata.
4. Ambil selembar daun pisang, taruh daun pandan di bawahnya, ambil 2-3 sdm adonan dan 3 sdm santan kental, bungkus tum dan semat dengan lidi. Lakukan hingga adonan habis.
5. Masukkan dalam dandang yang telah dipanaskan, kukus hingga matang, angkat.

No comments:

Post a Comment

Video fainal PRK

 https://youtu.be/Zh7L-6G-Olw